SETELAH menerbitkan buku kumpulan puisi berjudul ‘Arunika’yang memperoleh penghargaan sebagai Buku Sastra Pilihan Tempo kategori puisi pada 2023, Alit S. Rini kembali menerbitkan ‘Asmaraloka’, buku kumpulan puisi yang disebutnya menawarkan tema lain dari dua buku sebelumnya yakni ‘Karena Aku Perempuan Bali’ (2003) dan ‘Arunika’ (2023).
Alit S. Rini menjelaskan bahwa tema puisi pada dua buku tersebut sebagian besar adalah kritik sosial, selain tentang perjuangan perempuan.
“Saya ingin mencari kemungkinan lain dengan berfokus pada tema cinta, karena cinta membuat apa yang saya kerjakan menjadi lebih cair jika dibandingkan dengan tema pada buku-buku sebelumnya,” katanya saat ditemui di Denpasar beberapa waktu lalu.
Dengan tema cinta, Alit berharap puisi-puisinya menjadi lebih bisa diterima oleh para pembaca dan penikmat sastra.
“Cinta sifatnya sangat universal. Namun, puisi cinta yang saya tulis berbeda dengan apa yang banyak penulis tulis, seperti cinta yang cengeng, mendayu-dayu, termehek-mehek, dan menampilkan perempuan selalu pada posisi korban,” ujar salah satu perempuan penyair terbaik Bali ini.
Ia menambahkan, menulis puisi cinta yang tidak biasa memiliki tantangan tersendiri, Bagaimana menggunakan tema cinta tetapi tidak kemudian jatuh pada kecengengan.
“Saya berharap, buku puisi ‘Asmaraloka’ sesuai keinginan saya bisa memberi tawaran baru, dan dapat diterima di masyarakat pembaca. Cinta dalam buku ini berangkat dari pengalaman personal dan pengalaman sosial melalui observasi ringan di lingkungan sekitar saya,” tukas Alit S. Rini.
Tambah dia, Asmaraloka sendiri bisa dimaknai sebagai dunia yang penuh cinta. Tetapi, ia menerjemahkan cinta sebagai sesuatu yang tidak selalu manis, dikotomi hitam-putih, sendu, patah hati, atau terpuruk.
“Bahkan ada nuansa horor, mistis-magis, dalam buku Asmaraloka. Itu tawaran dari saya. Sekali lagi, semoga buku ini bisa diterima dan diapresiasi oleh masyarakat secara luas,” kata Alit S. Rini.
Baginya, buku puisi Asmaraloka bisa membuka perspektif, bahwa cinta itu amat luas. Bahkan produk merek sepeda motor memakai simbol jantung-hati yang berarti cinta. Alit S. Rini menuturkan, ia teringat cerita seorang temannya yang berprofesi sebagai guru. Di toilet sekolah banyak bertebaran gambar jantung-hati tertusuk panah dengan kata “I Love You”. Dari situ, ia ingin menjelaskan simbol tersebut kepada para siswa terkait materi pelajaran seni rupa.
“Sang guru kemudian membuat gambar jantung-hati di papan tulis. Besoknya ia “diadili” oleh pihak sekolah, dituduh mengajarkan sesuatu yang tidak pantas. Sayang sekali, cinta yang sifatnya sakral ditempatkan pada wilayah sumir,” sebut Alit S. Rini.
Buku kumpulan puisi Asmaraloka, kata dia, menyajikan cinta dari sudut pandang yang tidak sumir. “Bukan sebatas cinta yang kandas, dalam istilah kaum milenial ‘pemberi harapan palsu’ atau PHP. Asmaraloka mencoba menawarkan cinta dengan sudut pandang lain,” tutup Alit S. Rini.
Alit S. Rini lahir di Denpasar-Bali pada 22 November 1960 dengan nama Ida Ayu Putu Alit Susrini. Alit S. Rini adalah nama yang dikreasikan oleh Umbu Landu Paranggi sejak Alit mulai menulis di tahun 1980. Ia bergabung dengan Bali Post sejak 25 Mei 1988. Jabatan terakhirnya adalah Redaktur Pelaksana sejak 2 Mei 1998 hingga ia memasuki masa pensiun.
Persentuhan dengan dunia jurnalisme secara intens, dengan masalah sosial yang makin luas dan kompleks, membuatnya makin menyelam ke dunia pemikiran khususnya tentang Bali, khususnya tentang keberadaan perempuan Bali. *** [BEKRAF/Angga Wijaya]