BLOCKCHAIN memiliki potensi besar untuk menjadi subsektor yang signifikan dalam ekonomi kreatif (ekraf) karena inovasi teknologi disruptifnya, peluang peningkatan efisiensi, pemberdayaan ekonomi berbasis kripto, keamanan data dan privasi yang tinggi, transparansi dan akuntabilitas yang ditingkatkan, pembangunan infrastruktur digital yang kuat, serta kemampuannya untuk mendorong kolaborasi dan inklusi lintas sektor. Dengan memanfaatkan karakteristiknya yang terdesentralisasi, Blockchain dapat menjadi fondasi untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, inovasi, dan partisipasi yang lebih luas dalam ekosistem ekonomi kreatif.
Hal tersebut disampikan oleh Putu “Lengkong” Yuliartha, Ketua Pelaksana Harian Bekraf Denpasar saat menerima kunjungan Tim Kreatif Kota Batu, Malang, Jawa Timur, di Denpasar Jumat, 10/5/2024. Kedatangan tim tersebut bertujuan untuk menimba ilmu tentang pembangunan ekosistem kreatif, dengan fokus pada pengembangan ekonomi kreatif di Kota Batu. Mendampingi Putu Lengkong, hadir Agung Bawantara, Ketua Bidang Data, Informasi, dan Dokumentasi Bekraf Denpasar, dan IGP Rahman Desyanta, Direktur PT. Baliola, sebuah perusahaan yang diinkubasi leh Bekraf Denpasar dan kini menjadi pelopor dalam pembangunan blockchain di Bali) .
Dari Kota Batu, rombongan dipimpin oleh Ketua Ekonomi Kreatif Kota Batu, Herman Aga, disertai Asisten Bidang Ekonomi Kota Batu, Emiliati, dan Pemimpin Bidang Operasional Bank Jatim Cabang Batu, Lely Aryandhani.
Membuka percakapan, Putu Lengkong memaparkan kisah perjalanan Bekraf Denpasar yang dipimpinnya melalui berbagai dinamika dalam mengemban tugas mengakselerasi pengembangan ekonomi kreatif di Walikota Denpasar. Menurutnya, dari perjalanan Panjang yeng telah dilalui, kini pihaknya merekomendasikan kepada Pemerintah Kota Denpasar untuk memfokuskan perhatian pada pembangunan industri media audio-visual dan blockchain.
“Menurut hemat kami, keduanya akan menjadi subsektor yang hebat untuk mengungkit subsektor ekonomi kreatif lainnya,” ujar Putu Lengkong sembari menyatakan disclaimer nomenklatur blockchain sebagai salah satu subsektor ekonomi kreatif adalah merupakan rumusan dirinya untuk menggenapi 17 subsektor yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Ketika memasuki diskusi tentang blockchain, IGP Rahman Desyanta diberi berbagi pengalaman seputar pembangunan blockchain di Bali, yang dimulai dengan inkubasi oleh Bekraf Denpasar. “Dari tahap awal hingga menjadi salah satu pemimpin dalam teknologi blockchain di Indonesia, perjalanan Baliola penuh dengan dinamika yang menantang,” ujar Anta.
Tapi, imbuh Anta, yang membuat mereka tetap bertahan dan bertumbuh semakin kuat adalah komitmen untuk terus mendukung perkembangan ekosistem kreatif di Indonesia, dalam hal ini di Kota Denpasar.
Selanjutnya Anta mendedah paparannya menyakup isu-isu penting seputar penggunaan blockchain untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan dalam berbagai sektor, termasuk identitas digital, legalitas pertanahan, perlindungan karya seni, rantai pasokan, hak cipta, dan ketahanan pangan.
Menjawab pertanyaan seputar cara mengatasi kendala dalam pembangunan smart city yang dirancang oleh Kota Batu, Anta merekomendasikan untuk membangun platform blockchain sebagai basis pengintegrasian data terlebih dahulu. Menurutnya, tanpa pengintegrasian data secara baik dan akurat, upaya membangun smart city hanya sebatas angan-angan belaka.
Berkait itu, Anta menyarankan agar selueuh stake holder (kreatif) Kota Batu melakukan penyamaan visi dan persepsi terlebih dahulu, khususnya yang berkait dengan blockchain.
“Tanpa itu, tumpang tindih kewenangan dan penggunaan menyangkut data di Kota batu akan terus menjadi persoalan yang menghambat terwujudnya smart city,” tegas Anta.
Lebih jauh, pertemuan yang berlangsung lebih dari tiga jam tersebut diharapkan dapat menjadi langkah awal bagi Kota Denpasar dan Kota Batu dalam memanfaatkan teknologi blockchain untuk memperkuat ekonomi kreatifnya serta membangun infrastruktur Nasional yang kokoh menuju kedaulatan digital pada tahun 2045.** [BEKRAF/Abe]