Oleh: I Gede Putu Rahman Desyanta
(Bagian terakhir dari tiga tulisan)
Dalam dunia yang terus berubah, kita sering dihadapkan pada dilema: apakah untuk menjadi modern kita harus meninggalkan yang tradisional? Apakah untuk melangkah ke masa depan, kita harus memutus akar dari masa lalu?
Tapi sejarah membuktikan sebaliknya. Justru peradaban yang kuat adalah mereka yang mampu membawa akarnya tumbuh ke langit. Yang mampu menemukan bentuk baru dari nilai lama—tanpa kehilangan makna, tanpa kehilangan arah. Inilah konteks ketika kita berbicara tentang Menyama Braya dan teknologi blockchain.
Teknologi Tidak Netral
Sering kali teknologi diposisikan sebagai alat netral—tinggal dipakai. Namun kenyataannya, cara teknologi dirancang dan dioperasikan akan menentukan arah dan dampaknya terhadap masyarakat. Apakah memperkuat dominasi, atau justru membangun kesetaraan? Apakah mempercepat, tapi meninggalkan banyak pihak?
Dan dalam konteks ini, blockchain menawarkan sesuatu yang berbeda. Ia bukan hanya alat pencatat transaksi atau kerangka kripto. Blockchain adalah sistem sosial digital yang bisa menghidupkan kembali nilai-nilai lama dalam format baru.
Setelah kita mengenali lima nilai utama Menyama Braya—kepemilikan bersama, keterbukaan, kesetaraan, kepercayaan, dan saling menguatkan—kita akan menemukan bahwa nilai-nilai tersebut bukan hanya bisa diwakili oleh blockchain, tapi bahkan menjadi fondasi dari teknologi itu sendiri.
Mari kita lihat bagaimana kesepadanan ini bekerja:
1. Kepemilikan Bersama (distributed ownership)
Dalam komunitas adat, balai banjar, sumber air, dan kegiatan gotong royong dipahami sebagai milik bersama. Dalam blockchain, prinsip ini diterjemahkan melalui distributed ledger—setiap pihak menyimpan salinan data yang sama, tidak ada pusat kendali tunggal. Ini bukan sekadar efisiensi sistem, tetapi rasa memiliki bersama dalam bentuk digital.
2. Keterbukaan
Semua transaksi dalam blockchain tercatat dan bisa diakses siapa saja. Seperti rapat banjar yang tidak tertutup, blockchain membangun sistem tanpa rahasia tersembunyi. Keterbukaan ini menciptakan rasa aman, keadilan, dan akuntabilitas.
3. Kesetaraan
Di dalam sistem blockchain, tidak ada satu otoritas sentral yang mengendalikan segalanya. Siapa pun yang berpartisipasi dalam jaringan memiliki akses dan hak yang setara. Ini sejalan dengan nilai Menyama Braya yang menjunjung egalitarianisme dalam tindakan. Blockchain adalah sistem digital yang “tidak membeda-bedakan siapa bicara, tapi apa yang dibicarakan.”
4. Kepercayaan
Di masyarakat adat, kepercayaan lahir dari sejarah hidup bersama. Dalam blockchain, rekam jejak digital yang tidak bisa diubah (immutable) menjadi dasar kepercayaan. Bukan karena janji, tapi karena arsitektur sistem. Sekali data dicatat, ia menjadi bukti. Tidak bisa dimanipulasi, tidak bisa direvisi sepihak.
5. Menguatkan
Di dalam banjar, seseorang diakui karena kontribusinya. Dalam blockchain, setiap transaksi bisa diverifikasi siapa pun. Ini menciptakan sistem yang menguatkan partisipasi: siapa pun bisa membuktikan kontribusinya, dan karenanya punya suara dalam sistem.
Blockchain sebagai Banjar Digital
Jika dulu Menyama Braya hidup dalam struktur sosial seperti desa adat, maka blockchain memberi kesempatan untuk membentuk “banjar digital”: Tanpa tembok, tapi punya nilai; Tanpa pemimpin tunggal, tapi punya arah Bersama; Tanpa rapat fisik, tapi punya keputusan kolektif.
Dengan blockchain, nilai-nilai lokal tidak lagi terkurung dalam ruang geografis. Ia bisa menjangkau dunia, menjadi model sosial digital yang adil, terbuka, dan berkepercayaan tinggi.
Bali tidak perlu meninggalkan warisannya untuk bisa menjadi bagian dari masa depan. Justru dari tanah yang menjaga Tri Hita Karana dan hidup dengan Menyama Braya, kita bisa menawarkan model alternatif kepada dunia: bahwa digitalisasi tidak harus melenyapkan nilai-nilai luhur.
Kita tidak perlu menjadi korban algoritma. Kita bisa menjadi perancang sistem. Kita tidak perlu kehilangan makna. Kita bisa menanamkan makna ke dalam sistem. Dan blockchain adalah salah satu medan tempat pertarungan itu bisa dimenangkan—karena ia memberi ruang bagi nilai, bukan hanya kecepatan.
Menyama Braya Digital sebagai Jalan Baru
Saat Menyama Braya bertemu blockchain, kita tidak sedang mencocok-cocokkan yang lama dengan yang baru. Kita sedang menemukan bahwa roh kebersamaan itu bisa hidup dalam tubuh teknologi, asal kita sadar dan cermat dalam mendesainnya.
Kini saatnya kita tidak hanya menjadi pengguna digital, tapi juga menjadi penjaga nilai dan perancang masa depan.
Dunia digital yang dibangun dari kecepatan akan cepat usang. Tapi dunia digital yang dibangun dari nilai akan bertahan dan tumbuh, karena ia punya jiwa. Dan dari Bali—dengan akar yang dalam dan pandangan yang terbuka ke langit—kita bisa mempersembahkan kepada dunia bahwa teknologi bisa beradab, digital bisa manusiawi, dan masa depan bisa tetap berakar. []
Tuliasn Pertama : Menyama Braya Digital, Dari Bale Banjar ke Blockchain
Tulisan kedua : Menyama Braya dan Lima Pilar Kebersamaan di Era Siber