Oleh: IGP Rahman Desyanta & I Putu Yuliartha
PADA tulisan terdahulu (Blockchain Sebagai Sub Sektor Ke18 dalam Ekonomi Kreatif Indonesia) di situs ini, penulis telah memaparkan tentang urgensi Blockchain dikukuhkan menjadi sub sektor ke-18 dalam ekonomi kreatif di Indonesia. Berandai-andai jika paparan (sekaligus usulan) tersebut diterima, maka pihak-pihak terkait perlu menyiapkan beberapa langkah strategis untuk mewujudkan implementasinya. Berikut adalah beberapa hal yang menurut penulis perlu dipersiapkan:
Pertama, di bidang regulasi dan kebijakan. Dalam konteks ini ada dua hal yang perlu mendapat tekanan, yakni. Kerangka Regulasi Khusus dan Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Berkait kerangka regulasi khusus, Blockchain memerlukan regulasi yang khusus mencakup aspek mata uang kripto, kontrak pintar (smart contracts), dan perlindungan hak cipta digital. Kementerian dan lembaga terkait, termasuk Badan Ekonomi Kreatif, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia, perlu menyusun regulasi yang memadai.
Lalu, dalam kaitan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), karena Blockchain dalam ekonomi kreatif membuka peluang baru untuk melindungi hak cipta, terutama melalui NFT, maka diperlukan adanya kebijakan yang menyesuaikan mekanisme tersebut agar selaras dengan aturan HKI nasional.
Kedua, di bidang infrastruktur teknologi, perlu dipersiapkan platform nasional untuk kreator dengan membangun atau mengintegrasikan platform berbasis blockchain yang mendukung NFT, smart contracts, dan marketplace untuk transaksi karya kreatif dengan infrastruktur nasional yang aman dan terdesentralisasi.
Selai itu dierlukan pula penyediaan teknologi blockchain yang dapat diakses dan mudah digunakan oleh kreator dari berbagai subsektor seperti seni, musik, dan game, dengan dukungan pemerintah untuk memfasilitasi adopsi.
Ketiga, perlu dipersiapkan adanya kolaborasi para pemangku kepentingan. Di pihak swasta, misalnya, kolaborasi pemerintah dengan startup, perusahaan teknologi, dan pelaku industri blockchain nasional perlu ibangun untuk memastikan pemanfaatan teknologi secara optimal.
Dan agar semua itu tak menjadi sebuah pusaran bisnis yang involutif, maka pemerintah perlu membangun jaringan kerja sama dengan negara-negara yang telah menerapkan blockchain di sektor kreatif untuk pertukaran pengetahuan dan teknologi.
Keempat, perlu dipersiapkan langkah-langkah dalam pengembangan ekosistem blockchain kreatif, antara lain melalui pelatihan dan program literasi untuk mengenalkan blockchain kepada pelaku ekonomi kreatif, khususnya tentang pemanfaatan NFT, monetisasi aset digital, dan perlindungan hak cipta.
Untuk itu diperlukan alokasi dana dan insentif bagi kreator dan startup yang mengembangkan teknologi blockchain dalam ekonomi kreatif, seperti hibah, tax holiday, atau investasi dalam proyek berbasis blockchain. Dan, di sini peran pemerintah sangatlah strategis.
Terakhir, perlu ipersiapkan sebuah mekasnime monitoring dan evaluasi implementasi melalui sebuah Unit Khusus di Badan Ekonomi Kreatif. Unit ini sekaligus berfungsi sebagai penghubung antara pemerintah dan pelaku industri.
Selain itu perlu juga dipersiapkan sebuah mekanisme pengawasan dan keamanan dengan menyusun sistem monitoring dan mekanisme keamanan siber yang memadai. Hal itu untuk mencegah risiko penyalahgunaan dan pelanggaran pada sistem blockchain yang diterapkan di sektor kreatif.
Dengan persiapan-persiapan di atas, maka blockchain akan lebih mudah beradaptasi sebagai subsektor yang berdampak besar pada ekonomi kreatif, memberikan peluang baru bagi inovasi, serta meningkatkan daya saing industri kreatif Indonesia di pasar global.[]
IGP Rahman Desyanta adalah CEO Baliola.io dan Koordinator Bali Blockchain Center (BBC).
I Putu Yuliartha adalah Ketua Pelaksana Harian BKraf Denpasar dan Ketua Pengurus Wilayah Gekraf Bali.