Oleh: IGP Rahman Desyanta & I Putu Yuliartha
Blockchain semakin berkembang pesat dan mulai diterapkan di berbagai sektor, termasuk ekonomi kreatif. Meskipun blockchain secara teknis dapat dimasukkan ke dalam subsektor aplikasi atau teknologi informasi karena sifatnya sebagai teknologi berbasis perangkat lunak, ada alasan yang lebih mendalam mengapa blockchain harus dipertimbangkan sebagai subsektor ekonomi kreatif tersendiri. Menjadikan blockchain sebagai sub sektor terpisah dapat memberikan ruang inovasi yang lebih luas, mengakui peran uniknya, serta memaksimalkan dampaknya pada industri kreatif di Indonesia.
Mungkin akan menyuat pertanyaan haruskah blockchain dimasukkan sebagai sub sektor ekonomi kreatif Indonesia? Tidakkah cukup dimanfaatkan sebagai bagian dari sub sektor lainnya?
Berikut beberapa dasar pikir berkait dengan hal itu. Pertama, Blockchain bukan hanya teknologi, tetapi ekosistem inovasi. Jadi, Blockchain lebih dari sekadar aplikasi perangkat lunak. Teknologi ini adalah fondasi yang mendukung berbagai aplikasi terdesentralisasi (DApps) yang memungkinkan disrupsi di banyak industri, termasuk seni, musik, penerbitan, dan sektor kreatif lainnya. Sementara subsektor aplikasi dan teknologi informasi mungkin fokus pada pengembangan perangkat lunak untuk pengguna akhir, blockchain menciptakan ekosistem baru yang mengubah cara transaksi, distribusi karya, hingga monetisasi aset kreatif. Sub sektor aplikasi tidak memberikan ruang yang cukup untuk menangkap inovasi fundamental yang ditawarkan oleh blockchain.
Kedua, Blockchain merupakan sebuah infrastruktur dan bukan merupakan produk akhir sebagaimana aplikasi yang langsung bisa dikonsumsi oleh pengguna. Sementara blockchain adalah infrastruktur yang memungkinkan aplikasi-aplikasi tersebut berjalan. Teknologi blockchain memiliki peran unik dalam menyediakan platform desentralisasi yang lebih aman, transparan, dan otonom dibandingkan aplikasi biasa. Memasukkan blockchain hanya ke dalam subsektor aplikasi akan mengecilkan peran fundamentalnya sebagai teknologi yang mampu mengubah industri dari akarnya.
Ketiga, Blockchain memerlukan regulasi yang berbeda dibandingkan aplikasi biasa, khususnya terkait dengan penggunaan mata uang kripto, kontrak pintar (smart contracts), dan teknologi desentralisasi lainnya. Keunikan regulasi ini mencerminkan betapa berbeda ekosistem blockchain dari aplikasi tradisional. Jika hanya dianggap sebagai bagian dari subsektor aplikasi, kompleksitas regulasi dan infrastruktur yang diperlukan tidak akan mendapatkan perhatian yang cukup. Blockchain membutuhkan kerangka kerja regulasi khusus yang mencakup aspek keuangan digital, keamanan siber, dan perlindungan hak cipta digital, terutama di sektor kreatif yang rentan terhadap pelanggaran hak intelektual.
Alasan Lain
Alasan lain blockchain harus menjadi Sub Sektor Ekonomi Kreatif tersendiri adalah karena teknologi blockchain memiliki kemampuan untuk mengubah secara mendasar cara industri kreatif berfungsi, khususnya dalam hal distribusi, lisensi, dan monetisasi. Melalui NFT (Non-Fungible Tokens), blockchain memungkinkan pencipta karya seni digital memiliki kepemilikan unik dan terverifikasi atas karyanya, serta memberikan kesempatan monetisasi yang lebih adil. Hal ini tidak hanya memberi nilai tambah pada produk kreatif, tetapi juga membuka peluang baru bagi pencipta untuk berinteraksi langsung dengan pasar global tanpa perantara.
Selain itu, blockchain dapat menjadi solusi unik terhadap tantangan industri kreatif Indonesia seperti pelanggaran hak cipta, distribusi karya yang tidak transparan, dan royalti yang tidak merata. Blockchain menawarkan solusi inovatif terhadap tantangan-tantangan ini melalui sistem pencatatan terdesentralisasi yang permanen dan tidak bisa diubah. Smart contracts, misalnya, dapat secara otomatis membagikan royalti kepada para kreator berdasarkan perjanjian yang sudah diatur di awal, tanpa perlu kehadiran pihak ketiga yang sering memperlambat proses dan mengurangi transparansi.
Yang menarik, inovasi Blockchain melintasi banyak sektor kreatif, tidak hanya terbatas pada aplikasi digital atau sektor teknologi. Teknologi ini berpotensi untuk diterapkan di berbagai sektor kreatif lainnya seperti seni rupa, musik, film, penerbitan, hingga game. Misalnya, blockchain dapat digunakan untuk melacak hak cipta dari sebuah karya seni dari satu pemilik ke pemilik berikutnya, atau menciptakan ekosistem game yang adil di mana pemain memiliki kendali penuh atas aset digital mereka. Blockchain membuka model bisnis baru di sektor-sektor kreatif ini, memungkinkan pelaku industri untuk mendapatkan pendapatan yang lebih transparan dan terdistribusi dengan lebih baik.
Dan, tak kalah pentingnya, blockchain memungkinkan kreator untuk berinteraksi langsung dengan konsumen tanpa melalui perantara seperti distributor atau galeri. Ini memberikan otonomi yang lebih besar bagi kreator dalam mengelola hak mereka sendiri, memonetisasi karya, dan melindungi hak intelektual mereka. Sebagai teknologi yang memungkinkan transaksi peer-to-peer, blockchain dapat menjadi alat penting dalam memberdayakan ekonomi kreatif yang lebih inklusif dan desentralisasi.
Urgensi
Urgensi utama dari memasukkan blockchain sebagai subsektor ekonomi kreatif tersendiri terletak pada kemampuannya untuk menciptakan model ekonomi baru yang berbasis pada desentralisasi dan keterbukaan. Di tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam adopsi blockchain di sektor kreatif. Dengan potensi ini, blockchain bisa menjadi alat yang kuat dalam memajukan inovasi, melindungi hak cipta, dan membuka peluang baru bagi kreator Indonesia untuk bersaing di pasar global.
Blockchain juga memainkan peran penting dalam mempersiapkan industri kreatif menghadapi era digital yang lebih maju, di mana aspek-aspek seperti keamanan data, verifikasi kepemilikan, dan distribusi karya menjadi semakin kompleks. Tanpa keberadaan blockchain sebagai subsektor tersendiri, Indonesia bisa kehilangan kesempatan untuk memimpin dalam transformasi digital sektor kreatif.
Penutup
Blockchain bukan hanya teknologi, tetapi sebuah infrastruktur revolusioner yang menawarkan solusi unik untuk tantangan-tantangan dalam industri kreatif. Dengan kemampuannya dalam menciptakan ekosistem desentralisasi, meningkatkan transparansi, serta memperkenalkan cara baru untuk monetisasi karya, blockchain memiliki potensi besar untuk memajukan industri kreatif Indonesia. Untuk memaksimalkan manfaat ini, blockchain harus dipertimbangkan sebagai subsektor ekonomi kreatif tersendiri, memberikan ruang bagi inovasi yang lebih luas dan mendalam, serta memastikan industri kreatif Indonesia siap untuk bersaing di tingkat global.***
IGP Rahman Desyanta adalah CEO Baliola.io dan Koordinator Bali Blockchain Center (BBC.)
I Putu Yuliartha adalah Ketua Pelaksana Harian BKraf Denpasar dan Ketua Pengurus Wilayah Gekraf Bali.