Mon. Apr 28th, 2025

Teja Med Netra: Kekuatan yang Menghantam Diri Sendiri

Ulasan Agung Bawantara

 

Ada satu ajaran tua yang selalu relevan: apa yang kita pancarkan ke semesta, cepat atau lambat akan kembali menghampiri kita sendiri. Baik itu kekuatan, kata-kata, atau sekadar sikap. Kita sering lupa bahwa dunia ini, dalam cara-cara yang tak kelihatan, bekerja seperti cermin. Itulah inti pean yang disampaikan dalam ogoh-ogoh Teja Med Netra yang dirancang oleh Gara dari Sekaa Teruna Teruni (STT) Mekar Jaya, Banjar Munang-Maning, Denpasar Barat.

Secara visual, Teja Med Netra adalah karya yang memukau. Tubuh raksasa Tri Netra dibentuk dengan anatomi yang proporsional dan berotot, memperlihatkan kekuatan sekaligus ketegangan dalam tiap detail otot dan urat. Wajahnya penuh amarah dan mata ketiga pada topengnya menjadi pusat perhatian yang menggetarkan. Mata itu bercahaya, seolah memancarkan kekuatan dahsyat. Keunggulan artistiknya terletak pada kemampuannya menggabungkan elemen tradisi dengan sentuhan futuristik. Ornamen-ornamen tempur, guratan halus di kulit, gerakan mekanis tokoh Hanuman dan topeng di wajah Tri Netra, hingga efek pecahan di mata ketiga pada topeng milik raksasa itu, semuanya dikerjakan dengan presisi dan imajinasi tinggi. Ada keseimbangan antara bentuk kasar dan detail halus, menciptakan kesan bahwa makhluk ini lahir dari dunia mitologi, namun hidup dalam kegelisahan dunia modern.

Yang membuat Teja Med Netra semakin memukau adalah penggambaran adegan pertempuran yang dinukil dari carangan Epos Ramayana. Tri Netra, anak Raja Rahwana, digambarkan tengah bertempur melawan pasukan kera Prabu Rama. Para prajurit kera tampak berjatuhan, binasa satu per satu terkena kekuatan dahsyat yang dipancarkan dari mata ketiga pada topeng sakti milik Tri Netra. Jadi, karya ini tidak hanya menampilkan satu sosok utama, tetapi menghidupkan suasana peperangan dengan memperlihatkan kejatuhan lawan-lawannya.

Tergambar pula saat Tri Netra berhadapan dengan Hanuman, segalanya berubah. Hanuman tidak menyerang. Ia membawa sebuah cermin sakti. Ketika cahaya dari mata ketiga topeng milik Tri Netra diarahkan kepada Hanuman, cermin di tangan Hanuman itu memantulkan kekuatan tersebut kembali kepada Tri Netra sendiri. Kekuatan yang tadinya menghabisi musuh kini menghantam diri sendiri. Adegan ini, meski dibekukan dalam bentuk ogoh-ogoh, menyimpan ketegangan dan ironi yang terasa hidup.

Teknik konstruksinya pun patut diapresiasi. Rangka utama menggunakan rakitan besi, kayu, dan bambu yang kemudian ditambal dengan kertas dan material ringan lainnya sangat seimbang dan kokoh. Penggunaan lampu LED untuk menyoroti mata ketiga menambah dramatisasi tanpa mengganggu estetika tradisionalnya. Gerakan tubuh saat arak-arakan terlihat ekspresif namun tetap stabil, menunjukkan penguasaan teknik struktural yang sangat baik.

Hantam Diri Sendiri
Judul “Teja Med Netra” secara harfiah berarti “cahaya yang dirampas oleh mata sendiri”. Ini bukan sekadar permainan linguistik. Ini adalah gambaran puitis tentang bagaimana kekuatan yang tidak terkelola dengan baik berubah menjadi kutukan bagi pemiliknya. Dalam kisah ini, kekuatan bukanlah kemenangan, melainkan ujian. Teja Med Netra mengajarkan bahwa dalam setiap kekuatan tersembunyi benih kehancuran jika tidak dibarengi dengan kebijaksanaan. Sebuah filosofi yang semakin relevan di dunia hari ini, di mana kecerdasan, teknologi, dan kekuasaan sering berjalan lebih cepat daripada kesadaran etis kita.

Fenomena ini tidak hanya hidup dalam mitologi. Dalam dunia modern, kita menyaksikan individu dan kelompok yang hancur oleh kekuatan mereka sendiri: korupsi yang terungkap, keangkuhan yang berbalik menjadi kehinaan, ketenaran yang berubah menjadi kutukan. Kita hidup di zaman di mana semuanya bisa disebarkan dalam sekejap: pencapaian, kebodohan, kemewahan, dan kejatuhan. Era media sosial mempercepat proses ini. Hari ini seseorang bisa dielu-elukan, besok ia bisa dicerca oleh dunia yang sama. Seperti Tri Netra, banyak orang yang percaya bahwa mereka bisa mengendalikan cahaya mereka selamanya. Mereka lupa bahwa dunia, seperti cermin, tidak memilih apa yang dipantulkannya. Ia hanya memantulkan.

Pada skala global, fenomena ini tercermin juga dalam perang dagang Amerika Serikat melawan Tiongkok saat ini. Strategi yang dimaksudkan untuk melindungi diri justru mempercepat tekanan balik ke dalam negeri sendiri: harga melambung, pasar terguncang, dan pengaruh global bergeser. Cahaya kekuatan yang diarahkan keluar menemukan jalannya untuk kembali, memantul ke wajah yang sama yang melepaskannya.

Teja Med Netra adalah contoh bagaimana ogoh-ogoh bisa lebih dari sekadar karya seni untuk festival. Ia adalah pernyataan budaya, refleksi sosial, dan meditasi filosofis. Melalui bentuk tubuh yang kokoh namun rapuh, melalui mata ketiga yang bercahaya namun mematikan, dan melalui tangan kosong yang menggapai kekosongan, ia mengingatkan kita pada sesuatu yang sangat mendasar: bahwa kekuatan sejati bukanlah dalam membinasakan, melainkan dalam memahami. [BEKRAF/Abe]

By Bekraf

Related Post