Oleh : I Putu Yuliartha dan Agung Bawantara
(Bagian terakhir dari Tiga Tulisan)
KETIKA kita membicarakan tentang pengembangan ekonomi kreatif di daerah melalui model kompetisi berjenjang, seperti yang diadopsi dari format Indonesian Idol atau ajang pencarian bakat sejenis, ada satu elemen penting yang tidak boleh luput: kanal media. Tanpa kanal, panggung hanya akan menjadi ruang tertutup. Tanpa kanal, cerita peserta hanya akan berhenti di hadapan juri. Tanpa kanal, seluruh semangat seleksi berjenjang itu akan kehilangan gema.
Dalam konteks ekonomi kreatif, kanal bukan hanya soal televisi atau YouTube. Kanal adalah segala bentuk ruang distribusi yang mampu mempertemukan talenta dengan audiens, gagasan dengan pasar, dan cerita dengan dampaknya. Televisi, media sosial, podcast, panggung daring, media lokal, hingga kanal OTT komunitas, semuanya bisa menjadi jembatan antara ekspresi lokal dengan perhatian nasional bahkan global.
Kita bisa belajar dari kesuksesan Indonesian Idol, Indonesia Mencari Bakat, America’s Got Talent, atau Britain’s Got Talent atau ajang serupa lainnya. Apa yang membuat mereka mendunia bukan hanya kualitas peserta, tetapi narasi visual yang dikemas dan dipancarkan secara konsisten melalui kanal besar. Jutaan orang tidak menonton karena mereka mengenal para peserta sebelumnya, tetapi karena mereka diperkenalkan melalui medium yang kuat, terkurasi, dan rutin hadir. Di situlah kekuatan kanal—menciptakan kehadiran.
Dalam konteks daerah, hal ini menjadi krusial. Sebagus apa pun kualitas peserta di tingkat desa, jika tidak didokumentasikan dan disiarkan, maka nilainya tidak akan melampaui batas administratif wilayah. Kanal adalah alat untuk membuka batas itu. Misalnya, kanal YouTube milik pemerintah daerah, BKraf, atau komunitas bisa menjadi etalase kreatif daerah. Dengan menyajikan rekaman seleksi, profil peserta, hingga momen-momen emosional di balik layar, kanal ini tidak hanya menjadi sarana promosi, tetapi juga alat dokumentasi dan branding daerah.
Lebih jauh, kanal digital memungkinkan monetisasi. Konten yang dikemas menarik bisa menghasilkan adsense, sponsorship, bahkan kolaborasi lintas daerah. Kanal juga bisa menjadi sarana pembelajaran kolektif. Penonton tidak hanya menikmati, tetapi juga terinspirasi, belajar, bahkan mendaftarkan diri di tahun berikutnya. Efek jangka panjang dari kanal yang aktif adalah ekosistem yang berkelanjutan.
Penting pula untuk melihat kanal sebagai ruang kolaboratif. Tidak semua daerah memiliki televisi lokal, tetapi semua memiliki potensi media sosial. Dengan menggandeng influencer lokal, media kampus, atau content creator komunitas, kanal bisa dibangun dengan pendekatan partisipatif. Ini bukan soal kemewahan produksi, tetapi soal konsistensi narasi dan keberanian tampil. Video sederhana bisa viral jika menyentuh nilai-nilai universal dan dibagikan dalam jaringan yang kuat.
Karena itu, membangun kanal seharusnya menjadi bagian dari strategi pembiayaan dan perencanaan program ekraf. Dana tidak hanya dialokasikan untuk acara fisik, tetapi juga untuk dokumentasi, produksi konten, pelatihan media kreatif, dan manajemen kanal daring. Pemerintah daerah perlu melihat bahwa kanal bukan pelengkap, tapi penentu.
Kanal juga menghidupkan kesinambungan. Seleksi berjenjang bukan hanya berlangsung secara langsung di panggung-panggung fisik, tetapi diperpanjang secara digital melalui konten berurutan: teaser audisi, vlog peserta, behind the scene, komentar juri, hingga testimoni masyarakat. Semua ini memperkuat kedekatan antara talenta dan publik.
Pada akhirnya, kanal adalah ruang antara mimpi dan pengakuan. Ia menjembatani potensi dengan peluang. Maka, ketika daerah mulai merancang program kompetisi ekraf berjenjang, pertanyaan pertama yang harus diajukan bukan hanya siapa jurinya atau di mana panggungnya, tetapi juga: di mana kanalnya?
Karena di era ini, siapa yang punya kanal, dialah yang punya pengaruh. ***
Bagian Pertama: Inspirasi dari Panggung Idol: Model Seleksi Berjenjang untuk Akselerasi Ekraf Nusantara
Bagian Kedua : Membiayai Kreativitas dari Desa: Jalan Panjang Menuju Ekraf yang Berkelanjutan