Tue. Dec 2nd, 2025

Kisah tentang Air, Kehidupan, dan Harmoni di Tubuh Makara


Ulasan Agung Bawantara

Dalam karya terbarunya yang berjudul “Makara” (2025), perupa Bali Made Gunawan (sebagaimana biasanya) menghadirkan dunia fantasi ritual yang padat, riuh, dan penuh kehidupan. Pada permukaan kanvas, kita melihat seekor makara raksasa, makhluk mitologis yang kerap muncul dalam ikonografi Hindu-Bali, melintas di tengah gelombang biru yang berlapis-lapis. Tubuhnya tidak hanya dibentuk oleh sisik dan ornamen, tetapi juga oleh ratusan figur manusia mini yang menjadi ciri khas Gunawan: berwarna-warni, ceria, seolah merayakan keberadaan sang makhluk air.

Gunawan memadatkan seluruh ruang kanvas berukuran 130cm x 150cm dengan sosok makara berhias patra dan ukiran Bali, yang ia kerjakan dengan detail mikro yang tampak seperti pahatan. Gerombolan manusia mini menunggang, mengiringi, dan beraktivitas di seluruh tubuh makara. Lalu Gunawan menggambarkan ikan-ikan kecil bermahkota dan makhluk air berbelalai (gajah mina), untuk memperkuat lapisan humor dan fantasi yang khas. Terakhir, ia melukiskan gelombang laut bergradasi yang ia susun dengan pola lengkung berulang yang menciptakan ritme visual stabil.

Seluruh elemen pada lukisan cat minyak di atas kanvas ini terikat oleh satu benang merah: kehidupan yang bergerak harmonis di dalam air.

Teknik dan Bahasa Visual
Kekuatan Gunawan terletak pada ornamentasi ekstrem dan struktur kerumunan yang dipetakan dengan sangat rapi. Tubuh makara dipenuhi motif patra, sisik berlapis, dan garis-garis halus yang bekerja seperti teksur ukiran. Meski kompleks, lukisan tetap terkontrol dan mudah dibaca.

Repetisi figur dan motif bukan sekadar estetika, melainkan cara Gunawan menegaskan denyut kehidupan. Keramaian adalah bahasa artistiknya, tetapi keramaian itu selalu tertata.

Lewat “Makara”, Gunawan menyampaikan pesan sederhana namun kuat bahwa ketika manusia memperlakukan air dengan baik, maka air dan seluruh habitatnya akan memperlakukan kita dengan baik pula.

Makara dalam karya ini bukan sosok menakutkan. Ia digambarkan sebagai sahabat, pelindung, sekaligus ruang hidup bagi manusia. Tubuhnya adalah lanskap, sungai, lautan, dan seluruh ekosistem air yang menopang kesejahteraan.

Gunawan mengingatkan bahwa air adalah sumber kehidupan. Air juga merupakan ruang suci yang harus dihormati. Dan, menurutnya, harmoni antara manusia dan air adalah fondasi keberlanjutan kehidupan di muka bumi.

Dalam tradisi Bali, tirtha bukan hanya elemen fisik, tetapi juga energi pemurnian. Gunawan memvisualisasikan filosofi itu dengan kehangatan, humor, dan keindahan ornamentatif yang menjadi ciri khasnya.

“Makara” sebagai Ekosistem Visual
Karya ini bekerja seperti sebuah mini semesta. Untuk pengambaran dunia mikro berupa detail ornamen, karakter kecil, ritme garis. Untuk penggambaran dunia makro ia membuat satu figur raksasa yang memayungi seluruh komposisi.

Gunawan menyatukan dua dunia ini dengan keseimbangan yang jarang ditemukan pada lukisan kontemporer Bali. Ia membuka pintu pada cara baru membaca hubungan manusia–alam, bukan dengan simbol-simbol berat, melainkan melalui keriuhan yang penuh sukacita.

Intinya, “Makara” adalah pengingat halus bahwa air, sebagai sumber kehidupan, tidak hanya perlu dijaga tetapi dirayakan. Dengan gaya personal yang padat, fantasi yang menembus batas, dan sensibilitas lokal yang kuat, Made Gunawan menghadirkan karya yang berakar pada nilai-nilai budaya dan kemanusiaan.[]

 

 

BIODATA MADE GUNAWAN

I Made Gunawan adalah pelukis Bali yang dikenal melalui gaya dekoratif-hyperornamental yang khas, dengan makhluk-makhluk fantastik, kerumunan figur mini, serta lanskap padat berisi simbol-simbol ekologi yang ia hubungkan dengan filosofi Tri Hita Karana—harmoni manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam. Melalui bahasa visualnya yang detail dan ritmis, Gunawan menghadirkan dunia artistik yang penuh kehidupan, humor, sekaligus spiritualitas lokal Bali.

Lahir di Apuan, Tabanan, Bali, 14 Juli 1973, Gunawan menempuh pendidikan seni rupa di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Fondasi akademik tersebut memperkuat penguasaannya atas ornamen, struktur komposisi, dan ikonografi Bali, yang kemudian ia kembangkan menjadi gaya personal yang mudah dikenali dalam kancah seni rupa kontemporer Indonesia.

Sejak 1995, Gunawan aktif berpameran dalam berbagai pameran bersama, baik di dalam negeri maupun mancanegara. Sementara pameran tunggalnya dimulai pada 1999, ditandai dengan pameran “Nungkalik” di rumah kosnya, sebuah titik awal yang kemudian membawanya ke berbagai ruang pamer bergengsi. Di antaranya:

  • Hadiprana Gallery, Jakarta (2002)
  • “Perempuan”, Jenggala Keramik, Jimbaran, Bali
  • “Melody & Beauty From the Paradise Island”, Hadiprana Gallery, Jakarta (2004)
  • Montiq Gallery, Jakarta (2007)
  • “Third Solo Exhibition”, Hadiprana Gallery, Jakarta (2008)
  • Art Village Gallery, Malaysia (2009)
  • “Tree of Life”, Hadiprana Gallery, Jakarta (2014)
  • “Garis Bali”, AMBIENTE, Jakarta (2015)
  • “Tree of Life”, Hadiprana Gallery, Jakarta (2018)

Selain berkarya dalam medium lukisan, Gunawan juga mengeksplorasi seni pertunjukan. Karyanya meliputi:

  • “Kursi Emas”, Taman Budaya Bali (1997)
  • Wayang Seni Rupa: Ngaben Budaya Kekerasan Kembali ke Kosong, Universitas Udayana (2000)
  • Wayang Seni Rupa di Mal Ciputra, Semarang (2000)
  • Siluet Perempuan Kolaborasi, STSI Denpasar (2001)

Di bidang seni rupa, Gunawan telah meraih sejumlah penghargaan, antara lain:

  • Sketsa Terbaik, STSI Denpasar (1997)
  • Sepuluh Besar Karya Seni Terbaik, STSI Denpasar (2001)
  • Pemrakarsa “Lukisan 1000 Kotak: Perempuan & Bunga”, Museum Rekor Indonesia (MURI) (2003)

Dengan seluruh pencapaian dan karakter visualnya yang kuat, I Made Gunawan menempati posisi penting dalam lanskap seni rupa kontemporer Bali. Karya-karyanya bukan hanya menampilkan estetika ornamen dan kerumunan yang unik, tetapi juga menyuarakan hubungan ekologis dan spiritualitas lokal yang relevan dengan persoalan manusia modern.

By Bekraf

Related Post