Integrasi teknologi Mandala Chain ke dalam platform Kocek.ai resmi memasuki fase baru yakni uji validasi pengguna di koperasi-koperasi percontohan. Langkah ini disebut sebagai titik penting dalam transformasi digital lembaga keuangan berbasis komunitas di Indonesia.
Menurut IGP Rahman Desyanta, CEO Baliola.io sekaligus pendiri Mandala Chain, fase ini menjadi tahap krusial setelah sistem integrasi diluncurkan pada Maret 2025. Anta, demikian tokoh penggerak industri blokchain di Bali (baca: Indonesia) ini akrab disapa, mengatakan bahwa semua pihaknya sudah selesai membangun fondasi teknologinya.
“Sekarang yang diuji adalah bagaimana dampaknya di tangan pengguna langsung, terutama koperasi desa yang selama ini mengandalkan pencatatan manual,” ujar Anta, di Denpasar, Senin (1/12/2025).
“Jika teknologi hanya berhenti di level konsep,” lanjut Anta, “itu tidak mengubah apa-apa. Validasi pengguna adalah pembuktian sebenarnya.”
Kemajuan Integrasi
Kolaborasi Baliola dan Djoin dimulai akhir 2024 dan melewati beberapa tahap yakni pengembangan smart contract, integrasi API, hingga pengujian sistem tertutup. Setelah peluncuran publik di awal 2025, koperasi-koperasi percontohan mulai memanfaatkan teknologi ledger terdistribusi untuk persetujuan berbagi data dan verifikasi transaksi.
Lebih jauh, Anta menjelaskan bahwa Baliola bertanggung jawab pada pengembangan smart contract dan kestabilan API, sementara Djoin melalui Kocek.ai mendampingi koperasi dalam penggunaan sistem.
“Kami memastikan infrastrukturnya tetap stabil dan bisa diskalakan. Djoin membantu para pengguna memahami alur kerja barunya, karena transformasi digital harus tetap ramah bagi operasional harian mereka,” papar Anta.
Terkait, Anta juga menjelaskan pentingnya peran ekosistem Web3 global dalam kolaborasi ini. Polkadot mendukung riset teknis dan interoperabilitas jaringan, memastikan data bisa ditransfer secara aman dan efisien.
“Mandala Chain, yang kami bangun di atas Polkadot, difokuskan untuk kebutuhan digital governance Indonesia, mulai dari identitas digital, layanan publik, hingga ekonomi kreatif dan sistem pembayaran terverifikasi,” ujarnya.
Dari hasil pemantauan lapangan, teknologi ini mulai menyasar titik rawan yang selama ini menjadi tantangan utama koperasi desa, yaitu kepercayaan.
“Smart contract bekerja sebagai validator otomatis. Keputusan berbagi data dan verifikasi transaksi tidak lagi bergantung pada opini individu atau hierarki internal,” tegas Anta.
Sembari menerangkan bahwa semua berjalan berdasarkan aturan sistem yang transparan dan tidak bisa dimanipulasi. Dan, menurutnya, ini adalah perubahan yang sangat mendasar. Sebab, selain meningkatkan transparansi, audit menjadi lebih cepat, persetujuan data lebih terukur, dan risiko manipulasi catatan semakin kecil.
Peluang ke Depan
Anta menegaskan bahwa proyek ini bukan sekadar kerja sama teknologi, tetapi langkah strategis untuk memperkuat lembaga ekonomi komunitas. Menurutnya, koperasi adalah tulang punggung ekonomi rakyat. Tetapi selama puluhan tahun sebagian besar dari mereka bekerja dengan catatan manual.
“Jika blockchain bisa memperkuat fondasi itu, maka ini bukan hanya inovasi digital, tetapi inovasi sosial,” ucapnya.
Setelah fase validasi pengguna, rencana pengembangan mencakup ekspansi ke lebih banyak koperasi, peningkatan skalabilitas, serta fitur tambahan seperti pelacakan riwayat pinjaman, penilaian kredit berbasis data, dan interoperabilitas lintas platform finansial.
“Teknologi ini bukan lagi konsep. Ia sudah berjalan, sudah diuji, dan sekarang mulai benar-benar mengubah cara koperasi bekerja,” pungkas Anta. [bekraf/rls]
