Thu. Oct 16th, 2025

Puisi Visual Bernama Queen Octopus

Di sebuah tebing karang yang menghadap langsung ke samudra biru Nusa Penida, berdiri sebuah patung raksasa berbahan bambu yang menggetarkan . Patung itu bernama Queen Octopus, karya monumental seniman Bali, I Ketut Putrayasa. Dengan tinggi lebih dari dua puluh meter, sosok perempuan berwajah lembut dengan rambut berupa tentakel gurita itu tampak menegadahkan kedua telapak tangan seolah sedang berdoa.

Pemandangan di sekitarnya membuat patung ini kian menakjubkan: birunya langit, bentangan laut yang luas, serta bukit karang yang gersang menjadi bingkai alami yang memperkuat aura artistik Queen Octopus. Ia seakan bukan sekadar patung, melainkan roh penjaga yang lahir dari pertemuan antara kreativitas manusia dan energi semesta.

Kreativitas Menjadi Landmark
Queen Octopus menunjukkan bagaimana seni bisa melampaui batas kebiasaan. Anyaman bambu yang biasanya digunakan untuk kerajinan kecil atau ogoh-ogoh diangkat Putrayasa menjadi instalasi kolosal. Ia memadukan teknik tradisional dengan rangka baja modern, menghasilkan karya yang megah. Gurita dipilih karena lambang kecerdasan dan kemampuan beradaptasi, sementara wajah perempuan memberi kesan keibuan, tenang, dan penuh kasih.
Ekspresi tangkup tangan di depan dada menambah lapisan simbolik: bisa dibaca sebagai doa, penghormatan, atau ajakan hidup selaras dengan alam. Dalam skala sebesar itu, Queen Octopus tak sekadar objek visual.  Ia juga semacam pernyataan kreatif bahwa seni lokal bisa hadir sebagai landmark dunia. Kreativitasnya ada pada keberanian menjadikan bambu yang rapuh sebagai medium untuk pesan yang monumental.

Nusa Penida selama ini dikenal dengan pantai eksotis, manta ray, dan tebing-tebing dramatis. Kehadiran Queen Octopus menambah dimensi baru: wisata seni kontemporer di tengah lanskap alam. Patung ini segera menjadi spot fotografi ikonik; sekali unggah di media sosial, daya tariknya menyebar tanpa batas.

Lebih jauh, Queen Octopus memberi peluang diversifikasi: wisatawan datang tidak hanya untuk laut, tetapi juga untuk merasakan pengalaman budaya dan seni. Lokasi patung bisa menjadi pusat festival, panggung konser akustik, hingga ruang workshop tentang bambu dan keberlanjutan. Dengan pengelolaan yang tepat, ikon ini mampu memperpanjang lama tinggal wisatawan, menambah nilai ekonomi, dan mengangkat citra Nusa Penida sebagai pulau kreatif, bukan hanya destinasi alam.

Tentu ada tantangan: bambu yang rapuh di iklim pantai hanya bertahan beberapa tahun tanpa perawatan. Tetapi justru di situ ada peluang lain: ritual perawatan bisa dijadikan atraksi, memperlihatkan bahwa menjaga karya monumental adalah bagian dari perjalanan wisata itu sendiri.

Aset Intelektual
Lebih dari sekadar patung, Queen Octopus adalah aset IP (Intellectual Property). Desain dan konsep visualnya dilindungi hak cipta. Nama “Queen Octopus” bisa dikembangkan menjadi merek dagang, melahirkan produk turunan berupa merchandise, konten digital, hingga NFT yang memperluas jangkauan global.

Lisensi foto dan video patung juga bernilai tinggi untuk film, iklan, atau promosi wisata. Jika dikelola dengan baik, setiap festival atau acara yang menggunakan patung ini sebagai latar bisa memberi pemasukan bagi seniman maupun komunitas lokal. Dengan begitu, Queen Octopus bukan hanya simbol, melainkan ekosistem ekonomi kreatif yang nyata.

Seperti halnya Garuda Wisnu Kencana di daratan Bali, Queen Octopus punya potensi menjadi ikon baru Nusa Penida. Bedanya, ia hadir bukan dari mitologi klasik, melainkan dari keberanian kontemporer mengolah bambu dan imajinasi menjadi doa raksasa di tebing laut.

Tentang I Ketut Putrayasa, ia adalah seniman Bali yang sejak remaja akrab dengan dunia patung. Lahir di Tibuneneng, Kuta Utara, Ketut menempuh pendidikan di SMK Seni Sukawati, dan melanjutkan kuliah seni rupa ISI Bali. Karyanya tersebar di banyak tempat, dari monumen di Bali sampai patung pangolin raksasa di Singapura. Putrayasa dikenal berani mengolah bambu dan logam menjadi instalasi berskala besar. Queen Octopus adalah salah satu karyanya yang paling menonjol belakangan ini. []

By Bekraf

Related Post