DALAM era digital yang terus berkembang, negara-negara di dunia berlomba mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan daya saing mereka. Amerika Serikat telah melahirkan ChatGPT, sementara China memiliki DeepSeek. Indonesia pun tidak boleh hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga harus berperan aktif dalam pengembangannya.
Kesadaran akan pentingnya langkah ini disampaikan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam acara The Economic Insights 2025 yang berlangsung di Jakarta pada Rabu (19/2/2025), Luhut menyampaikan keinginannya agar Indonesia mulai membangun sistem AI sendiri yang dapat bersaing dengan ChatGPT dan DeepSeek.
“Orang membicarakan DeepSeek, kenapa kita tidak mulai mengkajinya? Tidak selalu mahal, harga bisa kita atur,” ujar Luhut.
Ia menegaskan bahwa Indonesia memiliki talenta digital yang cukup untuk mewujudkan teknologi ini. Beberapa aplikasi yang dikembangkan oleh tenaga ahli dalam negeri, seperti PeduliLindungi, Simbara, dan e-Katalog, menjadi bukti bahwa sumber daya Indonesia mampu menciptakan sistem digital yang canggih.
“Masa hanya China dan Amerika Serikat yang bisa?” tegasnya, menambahkan bahwa Indonesia seharusnya juga bisa bersaing di bidang ini.
Empat Pilar Digitalisasi Pemerintah
Sebagai bagian dari transformasi digital nasional, Dewan Ekonomi Nasional telah merancang empat pilar utama dalam pengembangan layanan digital pemerintah. Keempat pilar ini bertujuan untuk memanfaatkan teknologi dalam berbagai aspek ekonomi dan administrasi negara:
Pilar pertama, Optimalisasi Penerimaan Negara, yakni berfokus pada peningkatan penerimaan negara, baik dari pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pemerintah telah mengembangkan sistem digital seperti Coretax untuk pajak dan Simbara untuk PNBP guna memastikan transparansi dan efisiensi dalam pengelolaannya.
Pilar kedua, Efisiensi Belanja Negara. Pemerintah juga ingin memastikan bahwa pengeluaran negara lebih tepat sasaran dan efisien melalui sistem e-catalogue versi 6.0. Versi terbaru ini menghadirkan fitur seperti pengawasan real-time, integrasi antar kementerian dan lembaga, analisis kebutuhan otomatis, serta evaluasi vendor berbasis data untuk mencegah pemborosan anggaran.
Pilar ketiga, Peningkatan Layanan Publik. Digitalisasi juga diterapkan dalam layanan publik seperti administrasi kependudukan, SIM, paspor, pendidikan, dan kesehatan. Dengan sistem digital ini, pemerintah ingin mengurangi birokrasi yang berbelit agar masyarakat bisa mendapatkan layanan dengan lebih cepat dan mudah.
Pilar keempat, Kemudahan Berusaha. Pemerintah terus mendorong kemudahan berusaha melalui sistem online single submission (OSS), yang dirancang untuk menyederhanakan dan mempercepat proses perizinan usaha di Indonesia. Dengan sistem ini, diharapkan iklim investasi menjadi lebih kondusif bagi para pelaku usaha.
Dengan langkah-langkah strategis ini, Luhut optimistis bahwa Indonesia tidak hanya akan menjadi pengguna teknologi global, tetapi juga bisa menjadi pemain utama dalam pengembangan kecerdasan buatan. Dengan memanfaatkan talenta digital dalam negeri, Indonesia memiliki potensi besar untuk menciptakan platform AI yang mampu bersaing di tingkat dunia.[BEKRAF/Abe]