Wed. Jun 25th, 2025

Blockchain dan Masa Depan Maladewa Sebagai Pionir Ekowisata Digital Global

 

Oleh IGP Rahman Desyanta – CEO Baliola, Founder Mandala Chain

 

Dalam dua dekade terakhir, Maladewa telah menjadi ikon eksklusivitas pariwisata global. Dikenal dengan keindahan atol karangnya, air laut sebening kristal, dan resor-resor mewah di pulau-pulau pribadi, negara kecil di Samudra Hindia ini menarik jutaan wisatawan dari seluruh dunia. Namun, di balik kemegahan itu tersembunyi kenyataan pahit: Maladewa adalah salah satu negara paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dengan rata-rata ketinggian daratan hanya 1,5 meter di atas permukaan laut, ancaman tenggelam bukan sekadar metafora, melainkan kemungkinan nyata.

Di tengah kegentingan global—mulai dari konflik geopolitik di Timur Tengah dan Eropa Timur hingga ketidakpastian ekonomi pasca-pandemi—Maladewa menghadapi tantangan berlapis. Ketergantungan hampir total pada pariwisata membuatnya rapuh. Krisis iklim, fluktuasi harga global, keterbatasan pasokan pangan, dan tekanan geopolitik antara India dan Tiongkok membuat negara ini harus segera mencari jalur inovasi. Di sinilah teknologi blockchain menawarkan harapan baru.

Infrastruktur Penyelamat
Hingga hari ini Blockchain lebih banyak diasosiasikan dengan mata uang kripto. Namun, kekuatan sejatinya terletak pada transparansi, desentralisasi, dan efisiensi sistem yang ditawarkannya. Dalam konteks Maladewa, blockchain bukan sekadar teknologi masa depan, tapi infrastruktur penyelamat yang relevan hari ini.

Pertama, Blockchain memungkinkan pembuatan identitas digital wisatawan yang aman dan terenkripsi. Data seperti paspor, visa, vaksinasi, preferensi perjalanan, dan loyalty program dapat dikemas dalam satu token digital yang dapat diakses secara real-time di seluruh titik layanan: bandara, hotel, dan tempat wisata. Proses check-in menjadi lebih cepat dan efisien, mengurangi antrian serta kontak fisik yang masih relevan di masa pasca-COVID-19.

Kedua, di saat pariwisata berkelanjutan kini menjadi tren global,perlu ada langkah konkrit mengenai bagaimana memastikan bahwa sebuah resor benar-benar menerapkan praktik ramah lingkungan. Di sinilah blockchain hadir: setiap data tentang emisi karbon, penggunaan energi bersih, atau aktivitas CSR bisa dicatat dalam smart contract yang tak bisa dimanipulasi. Hal ini memberi kepercayaan lebih kepada wisatawan yang peduli lingkungan.

Ketiga, sebagai negara yang banyak menerima wisatawan dari Rusia, Tiongkok, dan Timur Tengah, sistem pembayaran di Maladewa sering menghadapi kendala perbankan internasional. Stablecoin atau mata uang digital berbasis blockchain memungkinkan pembayaran tanpa friksi, aman, dan instan. Ini juga membuka peluang inklusi keuangan yang lebih besar untuk pelaku usaha kecil dan menengah di sektor pariwisata.

Selanjutnya, melalui tokenisasi, pengalaman wisata bisa menjadi sesuatu yang dapat dikoleksi dan ditukar. Wisatawan bisa mendapatkan token NFT atas pengalaman diving di terumbu karang tertentu atau menginap di vila eksklusif, yang kemudian bisa dijadikan kenang-kenangan digital atau ditransaksikan di pasar sekunder.

Wisata Terdesentralisasi dan Carbon Credit
Bayangkan sistem reservasi yang tidak lagi dikuasai oleh satu atau dua platform raksasa dunia. Dengan blockchain, reservasi hotel, penginapan, dan transportasi bisa dikelola secara peer-to-peer, dengan smart contract yang menjamin hak dan kewajiban semua pihak secara otomatis. Biaya menjadi lebih murah, keuntungan bagi pelaku lokal lebih besar. Dengan demikian Maladewa sekaligus akan menjadi pionir negara wisata pertama yang menerapkan carbon credit otomatis untuk setiap wisatawan. Blockchain mencatat jejak karbon perjalanan, dan secara otomatis menyeimbangkannya dengan kontribusi offset yang ditanamkan ke proyek lingkungan lokal. Dengan ini, Maladewa bukan hanya destinasi, tetapi juga solusi.

Maka, penerapan blockchain niscaya akan mengubah Maladewa dari “korban perubahan iklim” menjadi pionir ekowisata digital global—dengan transparansi, efisiensi, dan konektivitas lintas negara dan platform.

Ini bukan sekadar gagasan retoris, melainkan arah strategis yang patut diperjuangkan. Dalam 25 tahun ke depan, dunia pariwisata akan lebih terdigitalisasi, lebih berorientasi pada keberlanjutan, dan lebih mendambakan kejujuran sistem. Maladewa punya peluang untuk memimpin perubahan ini. Bukan dengan membangun lebih banyak resor, tapi dengan membangun sistem digital yang adil, terbuka, dan tahan banting.**

By Bekraf

Related Post