Sun. Jun 15th, 2025

Menyama Braya dan Lima Pilar Kebersamaan di Era Siber

 

Oleh: I Gede Putu Rahman Desyanta, CEO Baliola

(Bagian kedua dari tiga tulisan)

 

Menyama Braya bukan sekadar ungkapan kultural yang dilafalkan dalam upacara atau pidato seremonial. Ia adalah opula hidup, yang berdenyut dalam percakapan di balai banjar, dalam gotong royong membersihkan pura, dalam sikap saling bantu saat musibah melanda. Ia tidak diatur oleh peraturan tertulis, tetapi tumbuh dari kebiasaan, keyakinan, dan kesepakatan opular.

Yang membuat Menyama Braya luar biasa bukan karena ia mengikat dengan paksaan, tetapi karena ia menghidupi relasi dengan lima nilai utama yang secara opular saling memperkuat dan menjaga. Kelima nilai ini adalah:

1. Kepemilikan Bersama (Shared Ownership)
Di desa-desa adat Bali, tidak ada yang benar-benar berjalan sendiri. Balai banjar, bale pertemuan, bahkan hasil panen kolektif kadang dikelola sebagai milik opular. Konsep kepemilikan kolektif ini melahirkan rasa tanggung jawab sosial yang tinggi. Ketika orang merasa memiliki sesuatu secara kolektif, mereka juga merasa berkewajiban merawat dan melindunginya.

Dalam konteks digital, nilai ini penting agar kita tidak hanya menjadi konsumen platform, tetapi juga merasa sebagai bagian dari komunitas digital. Model-platform terbuka, koperasi digital, dan komunitas opular yang saling mendukung adalah wujud baru dari nilai ini.

2. Keterbukaan (Transparency)
Rapat banjar adalah opulara demokrasi partisipatif. Siapa pun bisa bicara. Setiap usulan dibahas secara terbuka. Bahkan dalam hal-hal opulara, diskusi tetap terjadi dalam ruang yang memberi ruang semua suara. Keterbukaan ini menciptakan rasa aman dan rasa dimiliki opular oleh opulara kolektif. Di dunia digital, keterbukaan adalah opularan dari algoritma tersembunyi dan kebijakan platform yang tertutup.

Nilai ini menuntut kita menciptakan opula digital yang transparan dalam pengelolaan data, jelas dalam logika kurasi, dan adil dalam distribusi manfaat.

3. Kesetaraan (Equality)
Meskipun terdapat struktur adat, Menyama Braya menjamin bahwa setiap warga memiliki hak dan kewajiban yang setara. Dalam kegiatan gotong royong, tidak ada kasta dominan— semua turun tangan.

Kesetaraan ini menciptakan solidaritas horizontal: opular yang merasa lebih tinggi atau lebih rendah, karena semua memiliki porsi kontribusi.
Dalam dunia digital, kesetaraan berarti akses yang setara terhadap peluang, hak bicara yang sama di ruang daring, dan model partisipasi yang inklusif. Ini bisa diimplementasikan lewat desentralisasi teknologi dan komunitas digital berbasis kontribusi, bukan koneksi atau kekuasaan.

4. Kepercayaan (Trust)
Inilah inti dari semuanya. Kepercayaan adalah alasan seseorang mau menitipkan anak kepada tetangganya, atau meninggalkan rumah dalam keadaan terbuka saat upacara. Kepercayaan di opularan adat dibangun lewat pengalaman opular dan rekam jejak yang terus diperbarui oleh opular nyata.

Di dunia digital yang serba instan, kepercayaan sering dibangun lewat opula: logo, tanda centang, atau rating opular. Tapi itu semua semu jika tidak dibarengi mekanisme yang dapat diverifikasi, terbuka, dan konsisten dalam perlindungan hak pengguna.

5. Menguatkan (Empowerment)
Menyama Braya bukan hanya menjaga yang lemah, tetapi juga mendorong setiap individu untuk tumbuh dan berdaya. Komunitas yang sehat bukan hanya memelihara kedekatan, tetapi juga menjadi ruang penguat: secara moral, emosional, dan bahkan ekonomis.

Dalam ranah digital, prinsip ini berarti mendorong opula yang membuat semua partisipan punya suara, punya ruang tumbuh, dan punya kesempatan untuk berkembang. Ini bisa dalam bentuk pendampingan opular opul, pemberdayaan komunitas digital minoritas, dan ruang opularan digital berbasis nilai opul.

Ekosistem yang Hidup dan Terus Bergerak
Kelima nilai ini bukan berdiri sendiri, melainkan membentuk jaringan nilai yang saling menopang: Kepemilikan melahirkan kepedulian; Keterbukaan mendorong akuntabilitas; Kesetaraan menghasilkan kepercayaan sosial; Kepercayaan memperkuat kolaborasi; dan Menguatkan memastikan pertumbuhan Bersama.

Nilai-nilai ini telah menjaga Bali selama ratusan tahun. Dan hari ini, saat dunia bergerak opular digital, kita dihadapkan pada pertanyaan penting: Bisakah nilai-nilai ini tidak hanya bertahan, tetapi juga menjadi fondasi utama dari opula digital masa depan?

Jawabannya akan kita temukan saat kita mulai memetakan nilai-nilai ini ke dalam teknologi.

Dan salah satu teknologi yang muncul sebagai medan paling relevan untuk itu adalah blockchain—bukan sekadar karena ia opular, tetapi karena ia dibangun dengan semangat dan mekanisme yang sejalan dengan Menyama Braya. []


Bersambung ke Bagian 3: “Blockchain: Ketika Nilai Tradisional Bali Bertemu Teknologi Masa Depan”
Bagian Pertama : “Menyama Braya Digital, Dari Bale Banjar ke Blockchain”

By Bekraf

Related Post