DI TENGAH derasnya arus perubahan global, Kota Denpasar kembali menunjukkan daya adaptif dan kreatifnya dalam bidang pendidikan. Melalui Denpasar Education Festival (DEF) 2025, yang digelar pada 7–9 Mei di Gedung Dharma Negara Alaya (DNA), Lumintang, Denpasar, spirit pendidikan dipadukan dengan semangat ekonomi kreatif: membentuk manusia cerdas, produktif, dan berbasis budaya.
Festival ini dibuka oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Abdul Mu’ti, yang memberikan apresiasi terhadap Pemerintah Kota Denpasar atas keberhasilannya membangun ekosistem pendidikan yang responsif terhadap zaman, namun tetap berakar pada kearifan lokal. Denpasar dinilai mampu menjadi laboratorium hidup bagi pendidikan kreatif—menggabungkan digitalisasi, literasi budaya, hingga kewirausahaan pelajar.
Wakil Walikota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa, menyampaikan bahwa pendidikan adalah jantung dari ekosistem ekonomi kreatif. “Kota Denpasar tidak hanya membangun sekolah, tapi juga membangun peluang. Setiap anak yang berpikir kreatif, setiap guru yang menulis dan mencipta, semuanya adalah bagian dari ekosistem ekonomi masa depan kita,” ujarnya.
Peluncuran aplikasi KAIH dan Skul.id menjadi bukti bahwa transformasi digital tidak berjalan sendiri, tetapi menyatu dengan orientasi ekonomi kreatif. Aplikasi ini tidak hanya mendidik, tetapi membuka ruang bagi produksi konten, penguatan IP (hak kekayaan intelektual), dan potensi monetisasi berkelanjutan.
Kreativitas Anak sebagai Pondasi Ekonomi Masa Depan
Kehadiran Bunda Literasi Kota Denpasar, Ny. Sagung Antari Jaya Negara, dalam DEF 2025 menegaskan pentingnya membangun budaya literasi sejak dini. Dalam kunjungannya, ia mengapresiasi pameran karya siswa yang mengolah sampah menjadi kerajinan tangan, seni pertunjukan pelajar, dan bazar UMKM sekolah. Semua ini bukan sekadar hasil belajar, tapi juga prototipe produk ekonomi kreatif anak-anak.
“Ketika anak-anak membuat karya dari bahan bekas, mereka sedang belajar desain produk, daur ulang, kewirausahaan, dan ekologi sekaligus,” ujar Antari. Ia menyebut kegiatan ini sebagai langkah konkret membangun generasi producer, bukan sekadar consumer.
Dukungan terhadap literasi digital juga diwujudkan dalam workshop bagi 465 guru PAUD hingga SMP yang mengangkat tema literasi dan berpikir komputasional melalui coding. Ketua Harian Bunda Literasi, Ny. Ayu Kristi Arya Wibawa, menyebut bahwa guru saat ini adalah pelaku kreatif. Mereka tidak hanya mengajar, tetapi juga mencipta, mendesain, dan membangun narasi masa depan lewat metode-metode baru.
Bank Indonesia melalui Indra Gunawan Sutarto menunjukkan sinergi nyata antara dunia keuangan dan pendidikan. Peluncuran bahan ajar Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah dalam huruf braille menunjukkan bahwa inklusivitas dan literasi keuangan kini menjadi bagian dari pendidikan kreatif. Materi ini memiliki potensi dikembangkan ke ranah edutech dan media pembelajaran interaktif.
Literasi Guru dan Produksi Pengetahuan sebagai Aset Daerah
Salah satu terobosan penting dalam DEF 2025 adalah peluncuran majalah “Widya Cata”, yang memuat karya tulis guru, kepala sekolah, dan pengawas. Majalah ini tidak hanya menjadi panggung apresiasi, tetapi juga aset intelektual daerah.
Majalah seperti Widya Cata dapat dikembangkan menjadi lini produk ekonomi kreatif berbasis literasi: buku ajar lokal, e-book, video pembelajaran, hingga platform distribusi digital yang membuka ruang monetisasi dan pemberdayaan ekonomi para pendidik.
Pendidikan sebagai Infrastruktur Ekonomi Kreatif
DEF 2025 telah menunjukkan bahwa pendidikan dan ekonomi kreatif tidak berjalan pada jalur yang terpisah. Justru, pendidikanlah yang membentuk SDM pelaku ekonomi kreatif masa depan—mereka yang peka terhadap lingkungan, melek teknologi, mampu berkarya, dan berakar pada nilai budaya.
Langkah berikutnya yang dapat diambil antara lain:
- Membangun kurikulum ekonomi kreatif sejak dini, mulai dari pelatihan desain produk, pemanfaatan teknologi, hingga pengenalan HKI di sekolah.
- Menjadikan DEF sebagai etalase nasional bagi pendidikan berbasis kreativitas dan budaya, yang dapat direplikasi di kota lain dengan karakter lokal masing-masing.
- Mendorong pembentukan studio konten di sekolah-sekolah, tempat siswa dan guru memproduksi media belajar, cerita animasi, hingga dokumenter mini.
- Mengintegrasikan UMKM pelajar dan hasil pameran DEF ke dalam pasar digital lokal, baik melalui e-commerce daerah maupun showcase dalam festival ekonomi kreatif.
Festival ini tidak hanya merayakan Hari Pendidikan Nasional, tetapi juga membuka cakrawala baru: bahwa pendidikan bukan hanya membentuk karakter, tapi juga membangun daya cipta, daya saing, dan daya ekonomi. Dari ruang kelas, lahir pelaku-pelaku kreatif. Dari panggung seni pelajar, muncul potensi industri budaya baru. Dan dari tangan para guru, dirintis peradaban pengetahuan yang menjadi fondasi ekonomi masa depan. [BEKRAF]