Tue. May 20th, 2025

[Bukan] Anjing Malam Dibedah di Yayasan Bali Bersama Bisa

PELUNCURAN  buku kumpulan puisi “[Bukan] Anjing Malam” karya Angga Wijaya berlangsung meriah di Yayasan Bali Bersama Bisa, Jalan I Wayan Gentuh X No. 8, Dalung, Badung. Acara ini dihadiri oleh para pecinta sastra dan diisi dengan pembacaan puisi serta diskusi yang menarik.

Dalam acara tersebut, I Made Sujaya, dosen sastra dari Universitas PGRI Mahadewa Indonesia, memberikan ulasan mendalam mengenai buku tersebut. Sujaya, yang juga dikenal sebagai penulis dan mantan wartawan, memberikan apresiasi serta kritik konstruktif terhadap karya-karya Angga Wijaya.

“Saya tidak mau orang melihat Angga Wijaya dan sajak-sajaknya hanya dari sisi dia adalah seorang penyintas skizofrenia. Sajak-sajaknya sama dengan penulis lain dan tidak terlihat bahwa dia seorang penyintas,” ujar Sujaya. Ia juga menekankan pentingnya pendekatan tematik dalam karya-karya Angga di masa mendatang, agar setiap buku memiliki warna atau tema yang konsisten.

Sujaya memberikan contoh sajak bertema Islami yang pernah ditulis Angga. Menurutnya, tema ini sangat relevan di tengah isu primordial yang mengemuka di Bali. Ia mengaitkan karya Angga dengan tradisi sastra Bali yang mengharmoniskan Hindu dan Islam, seperti yang terlihat dalam Geguritan Nabi Yusuf dan Geguritan Muhammad.

Lebih lanjut, Sujaya mengaku menyukai gaya bahasa sederhana yang digunakan Angga dalam puisinya, karena bisa dinikmati oleh berbagai kalangan. “Dengan bahasa sederhana itu, sajak-sajak Angga mampu menyampaikan pesan tentang cinta, kesepian, maupun pengalamannya sebagai penyintas skizofrenia,” tambahnya. Namun, Sujaya juga mengingatkan bahwa identitas Angga sebagai penyintas skizofrenia bisa menjadi stigma yang perlu diperhatikan.

Angga Wijaya sendiri menyatakan bahwa menulis merupakan terapi dan medium katarsis baginya, terutama selama masa pemulihan dari skizofrenia. “Dengan pengobatan medis ditambah dengan terapi menulis, saya saat ini telah stabil dan pulih,” jelas Angga. Ia berharap bisa menginspirasi orang lain bahwa penyintas skizofrenia bisa pulih dengan pengobatan rutin dan dukungan yang tepat.

Ia juga menyadari resiko yang ada dalam menyematkan dirinya sebagai penyintas skizofrenia, tetapi hal tersebut dilakukannya untuk meruntuhkan stigma negatif terhadap penyintas gangguan mental. Angga menekankan pentingnya komunitas dan support system seperti Yayasan Bali Bersama Bisa dalam proses pemulihan.

Sesi diskusi dalam acara tersebut diwarnai dengan berbagai pertanyaan dari peserta mengenai proses kreatif Angga dalam menulis puisi. Beberapa peserta juga berbagi pengalaman pribadi mereka yang tertarik kembali menulis setelah lama meninggalkan aktivitas tersebut.

Acara peluncuran buku diakhiri dengan “Connections Night” atau Malam Keakraban, program rutin Yayasan Bali Bersama Bisa setiap hari Rabu. Dalam sesi ini, peserta berbagi perasaan dan mengobrol dari hati ke hati untuk kesehatan mental yang lebih baik dan mempererat persahabatan.

Buku kumpulan puisi “[Bukan] Anjing Malam” diharapkan dapat diterima baik oleh para pembaca dan menjadi inspirasi bagi banyak orang.***

By Bekraf

Related Post