SEORANG gadis yang digambarkan buta, hadir sendirian di panggung. Tak lama kemudian, tiga gadis datang menyeruak. Mereka adalah penjual sayur-mayur yang menawarkan dagangan kepada gadis buta itu. Obrolan hangat berlangsung di antara mereka.
Adegan di atas menjadi pembuka pementasan drama komedi bertajuk ‘Asep Kandang’, pada perayaan HUT Jatijagat Kampung Puisi (JKP) di Renon, Denpasar, Sabtu (25/5/2024) malam. Drama komedi tersebut dipersembahkan oleh Teater Takhta dari SMK Saraswati I Denpasar.
Ni Kadek Wulan Krisna Dewi, sutradara Teater Takhta menuturkan, ide drama komedi itu datang dari cerita rakyat terkenal dari Sumatera Barat, Malin Kundang. Cerita tersebut kemudian diadaptasi dalam konteks kekinian.
“Drama komedi ini membawa pesan penting yakni betapa besar peran seorang ibu. Bagi generasi muda, janganlah lupa pada budi-baik ibu, sekecil apa pun itu,” katanya.
Tokoh Asep disebutkan tidak mengakui seorang ibu sebagai ibu kandungnya sendiri saat adegan ibunya berbelanja di pasar dan berjumpa dengan Asep dan istrinya yang saat itu juga berbelanja. Istri Asep bahkan menanyakan siapa perempuan itu yang mengenali Asep sebagai anaknya sendiri.
“Asep diceritakan memang lama berpisah dengan ibunya. Bahkan ia menganggap ibunya sudah tiada,” ujar Krisna Dewi.
Pada akhir pementasan, Asep akhirnya menerima kenyataan bahwa ibunya masih hidup dan semuanya menjadi baik-baik saja. Adegan ditutup dengan para pemain drama komedi bernyanyi bersama, mengikuti irama musik yang riang dan bersemangat.
Garapan Teater Takhta yang berdurasi 30 menit tersebut mampu menghibur para penonton HUT JKP ke-10 malam itu. Tepuk tangan panjang dan seruan menghiasi malam yang penuh kebahagiaan tersebut.
‘Lurah’ JKP, Ngurah Aryadimas adalah pembina Teater Takhta yang telah banyak menorehkan prestasi. Kata dia, bagi para anggota teater, JKP menjadi ‘rumah kedua’ karena hampir setiap hari mereka berlatih teater di sana, selain menyalurkan bakat mereka di bidang sastra yakni menulis puisi dan cerita pendek.
“JKP tidak hanya menjadi wadah para seniman generasi tua. Anak-anak muda juga merasakan atmosfer komunitas ini sebagai tempat mereka menyepi sejenak dari kegiatan rutin sekolah, menyelami dunia batin melalui seni,” jelasnya. *** [BEKRAF/ Angga Wijaya]