JATIJAGAT Kehidupan Puisi (JKP) merayakan ulang tahunnya yang ke-10 dengan penuh semangat dan kehangatan di markasnya di Jalan Cok Agung Tresna No. 109, Renon, Denpasar. Acara yang berlangsung Sabtu (25/5/2024) malam, dipenuhi berbagai kegiatan seni dan budaya, menandai perjalanan panjang komunitas sastra ini.
Dalam perayaan yang meriah itu, Ngurah Arya Dimas Hendratno, yang juga dikenal sebagai ‘Lurah’ atau koordinator JKP, mengungkapkan betapa berarti dan bersejarahnya perjalanan JKP selama satu dekade ini. “Perjalanan JKP penuh warna. Ada suka, duka, dan perih, namun semua itu membuat kami terus hidup bak oase di tengah kesibukan dan kekerasan kota Denpasar yang semakin meningkat,” ujarnya.
Lahir pada tahun 2014, diinisiasi oleh beberapa penyair eks anggota Sanggar Minum Kopi, JKP menjadi wadah bagi para penyair dan seniman di Kota Denpasar. Dimas mengungkapkan bahwa awalnya JKP dikenal sebagai Kampung Puisi Bali. Atas saran almarhum Frans Nadjira, agar tidak terkesan mengutamakan lokalitas, nama tersebut oleh almarhum Umbu Landu Paranggi kemudian diganti menjadi Jatijagat Kampung Puisi.
“Setelah berjalan lama, almarhum Umbu Landu Paranggi meminta nama itu diganti lagi, sebab di JKP bukan hanya sebuah kampung puisi, melainkan kehidupan puisi, yang mewujud tidak hanya menjadi karya puisi, tetapi juga seni rupa dan teater. Jadi akhirnya, nama itu diubah menjadi Jatijagat Kehidupan Puisi, hingga sekarang,” jelas Dimas.
JKP memiliki berbagai program seperti panel sastra, buku bercerita, suara 109, serta perpustakaan yang terbuka untuk semua kalangan. “Kami juga rutin mengadakan diskusi sastra yang seringkali dipadukan dengan peluncuran buku,” ujar Dimas.
Peran almarhum Frans Nadjira dan Umbu Landu Paranggi dalam menghidupkan sastra di Denpasar diakui oleh banyak pihak. “Mereka tidak hanya memperbesar nama, tetapi juga memperbesar hati manusia. Kami terus dikuatkan oleh semangat mereka. Meskipun mereka telah tiada, kami berusaha untuk tetap menggelar acara apresiasi hampir setiap minggu, menjaga semangat sastra tetap berkobar di tengah hiruk-pikuk kota Denpasar,” tambah Dimas.
Penyair Wayan Jengki Sunarta, salah satu pendiri JKP, menyoroti peran JKP dalam memberi ruang bagi anak muda Denpasar untuk berkarya. “Banyak teater sekolah yang menggunakan fasilitas JKP sebagai tempat latihan mereka. Hal ini sangat positif karena sulit untuk menemukan tempat yang luas dan nyaman di Denpasar. Ke depan, JKP perlu terus melakukan evaluasi diri, menciptakan program-program baru yang dapat dijalankan bersama-sama,” ujarnya.
Namun, seperti yang diungkapkan oleh penyair Mas Ruscitadewi, perjalanan JKP tidak selalu mulus. “JKP adalah kelanjutan dari Sanggar Minum Kopi. Terkadang harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Namun, berkat puisi yang tulus, jujur, dan bermakna, anggota JKP terus belajar untuk merendahkan hati. Puisi bisa menyusup ke hati yang paling dalam,” katanya.
Penyair Warih Wisatana menambahkan pandangannya, bahwa ke depan JKP perlu menjadi institusi, seperti Santiniketan, sebuah universitas yang terkenal di India. Hal ini menandakan pentingnya JKP dalam mengakar dan berkembang sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan seni dan budaya di Denpasar.
Dengan perayaan ulang tahun yang meriah dan semangat yang membara, JKP siap melangkah menuju dekade berikutnya, tetap menjadi oase yang menghidupkan dan memperkaya kehidupan seni dan budaya di Denpasar.*** [BEKRAF/Angga Wijaya]